Selasa, 02 November 2010

Teori Eugenika Didasarkan pada Gagasan Darwin

Teori eugenika muncul di pertengahan awal abad ke-20. Eugenika berarti membuang orang-orang berpenyakit dan cacat, serta "memperbaiki" ras manusia dengan memperbanyak jumlah individu sehat. Sebagaimana hewan jenis unggul dapat dibiakkan dengan mengawinkan induk-induk hewan yang sehat, maka berdasarkan teori ini ras manusia pun dapat diperbaiki melalui cara yang sama.


Francis Galton (kiri) dan Leonard Darwin (kanan).


Seperti telah diduga, yang memunculkan program eugenika adalah para Darwinis. Para pemuka pergerakan eugenika di Inggris adalah sepupu Charles Darwin, Francis Galton, dan anaknya Leonard Darwin.

Telah jelas bahwa gagasan eugenika merupakan akibat alamiah Darwinisme. Bahkan, kebenaran tentang eugenika ini mendapatkan tempat istimewa dalam berbagai penerbitan yang mendukung eugenika, "Eugenika adalah pengaturan mandiri evolusi manusia", bunyi salah satu tulisan tersebut.

Kenneth Ludmerer, ahli sejarah kedokteran di Washington University, mengemukakan bahwa gagasan eugenika seusia dengan gagasan Republik Plato, tapi ia juga menambahkan bahwa Darwinisme merupakan penyebab munculnya ketertarikan terhadap gagasan eugenika di abad ke-19:

Ernst Haeckel


pemikiran eugenika modern muncul hanya pada abad ke-19. Adanya ketertarikan terhadap eugenika selama abad itu disebabkan oleh banyak hal. Di antara yang terpenting adalah teori evolusi, sebab gagasan Francis Galton tentang eugenika - dan dialah yang menciptakan istilah eugenika - adalah akibat logis langsung dari doktrin ilmiah yang dikemukakan sepupunya, Charles Darwin.

Di Jerman, orang pertama yang terpengaruh dan kemudian menyebarkan teori eugenika adalah ahli biologi evolusionis terkenal Ernst Haeckel. Haeckel adalah teman dekat sekaligus pendukung Darwin. Untuk mendukung teori evolusi, ia mengemukakan teori "rekapitulasi", yang menyatakan bahwa embrio dari berbagai makhluk hidup menyerupai satu sama lain. Di kemudian hari diketahui ternyata Haeckel telah memalsukan data ketika memunculkan pendapatnya ini.

Selain membuat pemalsuan ilmiah, Haeckel juga menyebarkan propaganda eugenika. Ia menyarankan agar bayi cacat yang baru lahir segera dibunuh karena hal ini akan mempercepat evolusi pada masyarakat manusia. Ia bahkan melangkah lebih jauh dengan mengatakan para penderita lepra dan kanker serta yang berpenyakit mental harus dibunuh dengan tanpa ada masalah, sebab jika tidak, mereka akan membebani masyarakat dan memperlambat evolusi.

Peneliti Amerika George Stein berkesimpulan tentang dukungan buta Haeckel terhadap teori evolusi dalam artikelnya di majalah American Scientist sebagai berikut:

…[Haeckel] berpendapat bahwa Darwin benar…manusia, tanpa perlu dipertanyakan lagi, berevolusi dari dunia hewan. Demikianlah, dari sini langkah maut telah diambil saat Haeckel pertama kali mengemukakan Darwinisme ke seluruh penjuru Jerman, keberadaan manusia secara sosial dan politik dikendalikan oleh hukum-hukum evolusi, seleksi alam, dan biologi, sebagaimana dikemukakan secara jelas oleh Darwin. Untuk berpendapat sebaliknya adalah pandangan takhayyul yang ketinggalan zaman.48


Orang-orang tua dan berpenyakit dibunuh menurut kebijakan eugenika Hitler.


Haeckel meninggal pada tahun 1919. Tapi gagasannya diwarisi oleh kaum Nazi. Segera setelah Hitler meraih kekuasaan, program resmi eugenika mulai diterapkan. Hitler menyatakan kebijakan baru tersebut dalam kalimat berikut ini:

Dalam negara yang populer, pendidikan akal dan jasmani akan memainkan peranan penting, tetapi seleksi manusia pun sama pentingnya…Negara bertanggung jawab memutuskan ketidaklayakan bereproduksi kepada siapapun yang jelas-jelas sakit atau berkelainan secara genetis… dan harus menjalankan tanggung jawab ini tanpa merasa kasihan dengan tidak mempedulikan apakah orang tersebut mengerti atau tidak…. Penghentian kelahiran keturunan yang lemah jasmani atau cacat mental dalam waktu hanya 600 tahun akan berujung pada…perbaikan tingkat kesehatan manusia yang saat ini sulit diwujudkan. Jika tingkat kesuburan anggota paling sehat dari ras ini tercapai dan terencana, yang akan dihasilkan adalah suatu ras yang…telah kehilangan benih-benih cacat jasmani dan ruhani yang untuk saat sekarang masih kita bawa.49

Demi menjalankan kebijakan Hitler ini, penderita kelainan jiwa, orang cacat, orang buta sejak lahir, dan penderita penyakit genetis dalam masyarakat Jerman, dikurung dalam "pusat-pusat sterilisasi" khusus. Mereka dianggap parasit yang membahayakan kemurnian dan kelancaran perjalanan evolusi ras Jerman. Di kemudian hari, mereka yang dikucilkan dari masyarakat ini dibunuh melalui perintah rahasia Hitler.


Pemenang medali emas Olimpiade 1936 di Berlin, Jesse Owens, tidak diberi ucapan selamat oleh Hitler hanya karena kulitnya hitam.


Pembunuhan ini dikemukakan sebagai hal yang sama sekali beralasan dan mereka yang dianggap rendah secara genetis digambarkan sebagai manusia "tidak menguntungkan" yang menghalangi kemajuan bangsa. Sejumlah kelompok masyarakat, termasuk beragam ras dan suku bangsa tertentu, yang dianggap berkelas rendah lambat-laun mulai dijadikan sasaran. Selanjutnya, orang tua berpenyakit, pengidap penyakit kuning, penderita kelainan mental parah, tuli dan bisu, dan bahkan mereka yang berpenyakit parah dijadikan korban. Setelah atlit berkulit hitam Jesse Owens memenangkan empat medali emas di Olimpiade Berlin tahun 1936, Hitler, meskipun mengucapkan selamat kepada semua peserta lomba, menolak untuk mengucapkannya kepada Jesse Owens dan meninggalkan stadion. Sejumlah evolusionis bahkan mengemukakan pandangan bahwa secara evolusi wanita lebih rendah dari pria. Dr. Robert Wartenberg, yang kemudian menjadi profesor neurologi terkemuka di California, berusaha membuktikan hal tersebut dengan beralasan bahwa wanita tidak akan mampu bertahan hidup kecuali 'dilindungi oleh pria'. Ia menyimpulkan, oleh karena wanita yang lemah tersebut tidak tersisihkan dengan cepat akibat perlindungan ini, evolusi pun berjalan lambat, dan karenanya seleksi alam kurang berlaku pada wanita dibanding pada pria. Berdasarkan pemikiran ini, kaum wanita Jerman era Nazi secara terbuka dilarang memiliki jenis pekerjaan tertentu.


Menyusul perkembangan Darwinisme dan gagasan eugenika di Jerman, "para ilmuwan ras" secara terbuka mendukung pembunuhan anggota atau bagian masyarakat yang tidak diinginkan dari penduduk Jerman. Salah satu ilmuwan ini, Adolf Jost, "mengeluarkan seruan dini bagi pembunuhan medis secara langsung dalam sebuah buku yang terbit pada tahun 1895, Das Recht auf den Tod (The Right to Death). Ia beralasan, "demi mewujudkan kesehatan masyarakat secara keseluruhan, negara wajib memikul tanggung jawab atas kematian individu-individunya." Adolf Jost adalah penasehat Adolf Hitler yang menampakkan diri di panggung politik selama hampir 30 tahun kemudian. "Negara wajib memastikan bahwa hanya individu sehat yang melahirkan anak," kata Hitler. "Negara harus menyatakan ketidaklayakan untuk memiliki keturunan bagi mereka yang terlihat berpenyakit atau yang menderita penyakit keturunan sehingga dapat mewariskan ke keturunannya."51

Menurut undang-undang yang dikeluarkan pada tahun 1933, 350.000 penderita cacat mental, 30.000 orang jipsi, dan ratusan anak berkulit hitam dimandulkan dengan cara pengebirian, penggunaan sinar X, penyuntikan, dan kejutan listrik pada alat kelamin. Seorang perwira Nazi berkata, "Sosialisme kebangsaan tidak lain hanyalah biologi terapan".


Hitler mengumpulkan wanita-wanita berambut pirang dan bermata biru, dan menjaga agar mereka selalu bergaul dengan para perwira SS Nazi. Dengan cara ini ia bermimpi membangun ras paling unggul.


Selain upaya percepatan pembangunan ras Jerman dengan cara membunuh dan menerapkan berbagai kebijakan kejam terhadap masyarakat tak berdosa, Hitler juga menerapkan hal lain yang diperlukan bagi eugenika. Pria dan wanita berambut pirang dan bermata biru, yang dianggap mewakili ras Jerman, dianjurkan untuk saling berhubungan dan melahirkan keturunan. Pada tahun 1935 ladang-ladang reproduksi khusus didirikan untuk tujuan tersebut. Ladang-ladang ini, di mana para wanita muda yang memenuhi persyaratan ras Jerman ditempatkan, seringkali dikunjungi oleh satuan pasukan SS Nazi. Bayi-bayi zina yang lahir di tempat tersebut dibesarkan agar kelak menjadi prajurit imperium Jerman yang diharapkan akan berusia 1.000 tahun.

Hitler atas Darwinisme

Nazisme lahir di tengah kekacauan di Jerman yang menderita kekalahan dalam perang dunia pertama. Pemimpin partai ini adalah Adolf Hitler, sosok pemarah dan agresif. Rasisme melandasi cara pandang Hitler terhadap dunia. Ia meyakini Arya, yang merupakan ras utama bangsa Jerman, sebagai ras paling unggul di atas semua ras lain, sehingga sudah sepatutnya memimpin mereka. Ia memimpikan bahwa ras Arya akan mendirikan imperium dunia yang akan bertahan selama 1000 tahun.

Landasan ilmiah yang digunakan Hitler bagi teori rasis ini adalah teori evolusi Darwin. Tokoh utama yang mempengaruhi pemikiran Hitler, yakni sejarawan rasis Jerman Herinrich Von Treitschke, sangat dipengaruhi teori evolusi Darwin dan mendasarkan pandangan rasisnya pada Darwinisme. Ia sering berkata, "Bangsa-bangsa hanya mampu berkembang melalui persaingan sengit sebagaimana gagasan Darwin tentang kelangsungan hidup bagi yang terkuat," dan memaklumkan bahwa ini berarti peperangan tanpa henti yang tak terhindarkan. Ia berpandangan bahwa, "Penaklukan dengan pedang adalah cara untuk membangun peradaban dari kebiadaban dan ilmu pengetahuan dari kebodohan." Ia berpendapat, "Ras-ras kuning tidak memahami ketrampilan seni dan kebebasan politik. Sudah menjadi takdir ras-ras hitam untuk melayani bangsa kulit putih dan menjadi sasaran kebencian orang kulit putih untuk selamanya..."




Saat membangun teorinya, Hitler, sebagaimana Treitschke, mendapatkan ilham dari Darwin, terutama gagasan Darwin tentang perjuangan untuk bertahan hidup. Judul bukunya yang terkenal, yakni Mein Kampf (Perjuangan Saya), telah terilhami oleh gagasan tersebut. Seperti halnya Darwin, Hitler memberikan status kera pada ras selain Eropa, dan mengatakan, "Singkirkan bangsa Jerman Nordik dan tidak ada yang tersisa kecuali tarian para kera".

Dalam rapat umum partai pada tahun 1933 di Nuremberg, Hitler mengatakan bahwa, "ras yang lebih tinggi menjajah ras yang lebih rendah…sebuah kebenaran yang kita saksikan di alam dan yang dapat dianggap sebagai satu-satunya kebenaran yang mungkin," karena didasarkan pada ilmu pengetahuan.45


Hitler dan bukunya Mein Kampf yang berisi ulasan tentang ideologinya.

Hitler, yang meyakini keunggulan ras Arya, mempercayai keunggulan tersebut sebagai pemberian alam. Dalam buku Mein Kampf ia menulis sebagai berikut

Orang-orang Yahudi membentuk ras pesaing lebih rendah di bawah manusia, yang telah ditakdirkan oleh warisan biologis mereka sebagai yang terhina, sebagaimana ras Nordik telah dinobatkan sebagai yang terhormat… Sejarah akan berpuncak pada sebuah imperium milenium baru dengan kemegahan yang tiada tara, yang berlandaskan pada hirarki baru berdasarkan ras sebagaimana ketentuan alam itu sendiri.

Hitler, yang menganggap manusia sebagai jenis binatang yang sangat maju, percaya bahwa untuk mengatur proses evolusi, diperlukan pengambil-alihan kendali proses tersebut ke tangannya sendiri dalam rangka membangun ras manusia Arya, daripada membiarkannya diatur oleh kekuatan alam dan peristiwa kebetulan. Dan inilah tujuan akhir pergerakan Nazi. Untuk mewujudkan tujuan ini, langkah awalnya adalah memisahkan, dan mengucilkan ras-ras lebih rendah dari ras Arya yang dianggap paling unggul.

Di sinilah Nazi mulai menerapkan Darwinisme dengan mengambil contoh dari "teori eugenika" yang bersumber pada Darwinisme.